Minggu, 08 Oktober 2017

"Orientasi Dari Zona Nyaman"

Saya adalah salah satu orang yang memiliki hobby musik. Bagi saya musik adalah bagian dari keindahan yang tercipta melalui ungkapan atau bahasa  yang berwujud sebuah bunyi. Keindahan musik ini bisa membuat kita nyaman, tenang maupun senang. Akhir-akhir ini, salah satu lagu dari band lokal indonesia cukup trend di kalangan remaja yang berjudul “ZONA NYAMAN”.


“Keluarlah dari zona nyaman..” begitulah penggalan syair dari lagunya... timbul pertanyaan dari benak saya... apakah arti “zona nyaman” yang dimaksud...???? haruskah kita keluar dari “zona nyaman”...????. hobby bermusik membuat saya tenang, namun risih ketika membaca atau memahami kalimat “ini” seakan disuruh untuk berhenti dari hobby saya.

Saya tidak sedang mengkritik atau berpikir negatif pada syair dari lagu ini. Namun saya hanya tidak sepaham dengan siapa yang membuat sebuah ibarat atau sajak atau bisa dikatakan kalimat bijak ini...??? notabenenya setiap orang mencari sebuah kenyamanan atau ia akan melakukan sesuatu yang membuat dia merasa nyaman. Mungkin sekedar meluruskan atau mengingatkan. Beda orang, beda pemahaman. Jika gagal paham terhadap kalimat ini bisa terjebak dalam kelalaian, kesombongan, dan tidak mau bersyukur. Bahkan bisa timbul rasa iri dan dengki.

Harus diakui ada yang menganggap beribadah itu “zona nyaman”. sholat, mengaji, sedekah, berdakwah dan ibadah lainnya. Apakah harus keluar dari “zona nyaman” ini..????

Ada yang menganggap “zona nyaman” ini sebuah antonim. Tantangan,situasi ketika diri merasa resah atau sedih , tempat dimana ketika merasakan tekanan. Apakah harus keluar dari “zona nyaman” ini...??? kiranya ketika berada atau berhadapan dengan situasi ini haruslah diselesaikan atau dijalani. Orang yang dewasa atau orang yang kuat tumbuh besar dari tempat atau situasi seperti ini.

Entah asumsinya “zona nyaman” itu adalah suatu tempat, strata, aktivitas atau situasi. Allah menempatkan setiap orang berada pada “titik nol” nya sendiri. Tentunya “titik nol” masing-masing orang itu berbeda. Agar supaya bisa belajar. Dari nol menjadi yang bernilai.

Mungkin lebih tepat nya ialah “orientasi dari zona nyaman” atau “berorientasilah dari zona nyaman” bukan “keluarlah dari zona nyaman”

Karena apapun itu, Islam mengajarkan untuk bersyukur pada apa yang kita miliki. yang kelirunya jika kita tidak berorientasi dan berkembang. Yang kelirunya tidak peduli dengan orang lain, sibuk dan asyik sendiri berada di “zona nyaman” yang dimiliki. Apa lagi bahagia pada “zona nyaman” yang dimiliki,  tanpa berbagi kebahagiaan itu dengan orang lain.


Maka berorientasilah...!!!! berorientasi itu upaya tidak suudzhon kepada Allah Swt. Dengan berorientasi  di mana pun kita berada, kita bisa belajar. Dan  dari “zona nyaman” yang kita miliki, kita bisa menjadi orang yang bermanfaat untuk orang lain

Marilah kita saling mengingatkan, terus bertabayyun dengan melihat proses yang terjadi. Dan marilah kita bersama-sama bermuhasabah.


*Tulisan ini hanyalah sebuah proses muhasabah dan tabayyun dari penulis. Sesungguhnya semata-mata kebenaran berasal dari Allah Swt. dan kekhilafan berasal dari penulis 

Rabu, 13 September 2017

"Pahlawan Tanpa Tanda Jasa"

Siapakah gerangan Pahlawan tanpa tanda jasa itu...??? hhhmmm.. tanpa tanda jasa..???!!!!! bagaimana kita katakan seorang pahlawan jika ia tak memiliki jasa atau meninggalkan sesuatu yang bermanfaat...??? apakah benar Pahlawan tanpa tanda jasa itu ialah seorang guru...??? apa iya hanyalah seorang guru yang dikatakan “PAHLAWAN TANPA TANDA JASA”....????????

Sumber : jihadsabili.wordpress.com

Di hari idul adha kemarin seluruh umat islam di dunia memperingati sebuah pengorbanan yang dilakukan oleh nabi Ibrahim yang patut diteladani. Yang di mana Nabi ibrahim As. melakukan sebuah pengorbanan karena perintah Allah Swt. Dengan melakukan penyembelihan kepada putranya Nabi Ismail As. Dan karena keikhlasannya Nabi Ibrahim As, Allah Memerintahkan kepada Malaikat untuk menggantikan seekor domba agar yang disembelih bukanlah Nabi Ismail As. 

Nah, ketika ada sebuah pengorbanan tentunya ada cinta di balik semuanya. Karena cinta maka pengorbanan dilakukan dengan sebuah keikhlasan. Sebuah pengorbanan bukan dilihat dari apa yang dilakukannya, namun sebuah pengorbanan adalah sesuatu  yang dilakukan dengan ikhlas.

Bukan hanya seorang guru, Semua orang bisa menjadi pahlawan tanpa tanda jasa,. Why...??? karena “PAHLAWAN TANPA TANDA JASA”  ialah mereka yang melakukan sesuatu dengan ketulusan dan Keikhlasan... bahkan belum tentu semua guru dikatakan pahlawan tanpa tanda jasa jika apa yang dia lakukan tidak dengan sebuah keikhlasan. Lalu Apakah Nabi ibrahim juga bisa disebut pahlawan tanpa tanda jasa...??? Semua Nabi adalah pahlawan, namun tidak semua pahlawan adalah Nabi. 
 
Tahukah kawan..?? Mereka yang melakukan suatu pengorbanan dengan ketulusan dan keikhlasan akan mudah terlupakan keberadaannya, bahkan bisa saja tidak disadari oleh orang-orang yang hanya memuja dan hanya bangga terhadap sesuatu yang terlihat maupun apa yang diketahui. Namun mereka menjadi yang menggagumkan dan menjadi yang diteladani bagi orang-orang yang memahami apa yang tidak diketahui dan apa yang tidak semua harus terlihat. Ya, mereka ikhlas tercipta dari pemikiran-pemikiran tidak sempurna dan tenang berada di belakang pujian.

Hukum tarik-menarik gravitasi Newton dalam bidang fisika berarti gaya tarik untuk saling mendekat satu sama lain. Dalam bidang fisika tiap benda dengan masa m1 selalu mempunyai gaya tarik menarik dengan benda lain (dengan massa m2 ).

Nah, hukum tarik-menarik inilah yang akan berlaku. Segala sesuatu yang kita lakukan akan kembali kepada kita. Mereka yang selalu melakukan kebaikan-kabaikan hanya karena Allah swt. Akan mendapatkan balasannya. Dan itu adalah rahasia Allah menjadikan kemuliaan kepada hambanya. dan Allah Swt. Menyimpan keikhlasan itu dalam inti setiap hambanya.

Dan harus diketahui bahwa Iblis hanya akan menyerah pada orang-orang yang ikhlas kepada Allah Swt. Ya, Bagaimana bisa iblis bisa menggoda dan menjerumus hambanya bila hambanya benar-benar ikhlas...???


Semoga saja kita akan menjadi sesuatu yang terambil dari catatan tuhan yang akan terus menceritakan tentang kebaikan-kebaikan kita. Aamiin..    

Marilah kita saling mengingatkan, terus bertabayyun dengan melihat proses yang terjadi. Dan marilah kita bersama-sama bermuhasabah.

*Tulisan ini hanyalah sebuah proses muhasabah dan tabayyun dari penulis. Sesungguhnya semata-mata kebenaran berasal dari Allah Swt. dan kekhilafan berasal dari penulis 

Kamis, 17 Agustus 2017

Ada Apa Dengan "SEMANGAT '45"...???

Tahun ini tepat pada hari kamis, dirgahayu bangsa indonesia yang ke 72 tahun. Tentunya kita semua berharap bahwa kita akan menjadi bangsa yang rakyatnya semakin sejahtera, sentosa, bertambah dewasa, menjadi negara yang selalu makmur.

Kita selalu mengadakan upacara bendera, menyanyikan lagu indonesia raya dan umbul-umbul merah putih menghiasi jalan dan rumah-rumah, bahkan lomba-lomba diadakan untuk memeriahkannya.


Seringkali kita mengucapkan semangat ’45. Ya, kata ini sudah sangat familiar bagi kita. Namun apa sih arti SEMANGAT ‘45...??? Ada apa dengan SEMANGAT '45...???

Apakah semangat ini adalah semangat yang berkobar-kobar,,,??? Apakah semangat ini adalah semangat patriot...???  

Kenapa bukan semangat 2017..??? toh sekarang tahun 2017...??? atau kenapa bukan semangat 72, karena sekarang umur bangsa indonesia 72 tahun. apakah beda semangatnya dengan semangat ’45...??? padahal sekarang tahun yang teknologinya lebih maju. Padahal sekarang kita berada pada masa yang merdeka. (apa iya kita sudah merdeka...???)

Apa sih arti SEMANGAT ’45...??? apakah semangat ini maksudnya untuk mengingatkan kita semangat para pejuang...?? apa iya semangat ini adalah semangat yang berapi-api, berjuang tumpah darah untuk membela tanah air...???

Jika benar semangat ini untuk mengingatkan perjuangan para leluhur, para pahlawan, apakah para koruptor tidak tersadar akan semangat ini...??? mereka seakan lupa dan bisa dikatakan tidak menghargai pengorbanan para pejuang. Mereka yang semena-mena, belajar untuk menjadi penjajah. Mereka yang menjajah lupa bahwa mereka menjajah di negara sendiri.

Apakah para remaja yang ugal-ugalan, membuat onar dan yang membegal tidak tersadar akan semangat ini...??? apakah mereka yang hanya menghabiskan waktu untuk yang tidak bermanfaat dan mereka yang hanya berdua-duaan tidak tersadar akan semangat ini...???

Kita masih apatis akan hal ini. Bagaimana seandainya jika hari ini kita masih terjajah oleh negara lain...??? bekerja kantoran berdasi rapi dan bersih(kalau diperbolehkan) namun bekerja hanya untuk penjajah, dengan tangan diborgol tanpa istirahat yang cukup. Bekerja dengan kepala yang selalu menunduk.

Bagaimana jika seandainya hari ini kita masih terjajah oleh negara lain...??? apakah masih ada mereka yang ugal-ugalan, membuat onar dan yang membegal ..?? ada, tapi bukan dari remaja kita, tapi remaja para penjajah. Tidak ada canda tawa dari remaja kita.

Lalu...?? Apa iya SEMANGAT ’45 maksudnya agar supaya kita selalu mengingat semangat cinta tanah air para pejuang...??? dengan selalu melaksanakan upacara bendera...??? dengan memasang umbul-umbul...??? dengan mengadakan lomba...??? apa ini maksudnya SEMANGAT ’45...???

Saya kira arti SEMANGAT ’45 maksudnya agar supaya  kita bersyukur kepada Allah Swt. telah memberikan karunianya ialah sebuah kemerdekaan kepada bangsa indonesia, tanah air kita.

Kiranya semangat ini, agar kita selalu bersyukur bahwa tahun ini masih bisa memperingati kemerdekaan indonesia.

Kiranya semangat ini, agar kita semakin bersyukur dengan berbagi dan membantu kepada yang membutuhkan pertolongan. Bahwa kita bisa beribadah dengan tenang.  Agar selalu semangat belajar dan berbuat amal kebaikan.

Dan kiranya SEMANGAT ‘45 ini, mengingatkan kita bahwa untuk merdeka dan sejahtera itu butuh semangat juang yang tinggi, proses, kesabaran, memiliki semangat nasionalisme, dan butuh kerjasama kita semua.


MERDEKA...!!! MERDEKA...!!! MERDEKA...!!!

Minggu, 13 Agustus 2017

IBU | “Dua Sayap”

Hari ini tepat tanggal 13 agustus 2017 dengan usia yang bertambah dewasa, saya kembali bersyukur kepada pemilik arasy, Allah Swt.  Yang Maha Besar, Maha Agung, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang masih memberikan kesempatan kepada saya. Masih diberikan tangan, kaki, telinga, atau fisik yang sehat dan senyuman yang sempurna. Untuk bertaubat, untuk lebih dewasa, mencari ilmu, dan berbuat amal kebaikan. 

Hari ini saya tidak bercerita tentang cita dan harapan saya, namun saya ingin sekali bercerita tentang IBU. Tulisan ini saya buat sebagai ucapan terima kasih kepada Para ibu yang sangat mulia dan berjasa kepada kita semua, terutama kepada Ibu saya sendiri.

Sumber : www.bintang.com

Ibu… Ibu… Oh... Ibu… Hampir semua menganggap bahwa Ia adalah sesosok malaikat yang tak bersayap, Sesosok pahlawan paling berjasa yang melahirkan kita ke dunia ini, Seseorang yang paling bersejarah dalam kehidupan dan tentunya berperan penting dalam sebuah keluarga. Tidak ada satu pun cerita inspirasi tentang ibu hanyalah khayalan dan bualan belaka. Dan tidak ada satu pun puisi indah tentang ibu yang hanyalah pujian dan rayuan belaka, karena Dialah kasih yang nyata.

Ibulah yang telah merawat dan yang membesarkan, kemudian dengan tulus dan ikhlas memberikan kasih sayangnya kepada kita. Siang dan malam menjaga kita dengan tegar agar buah hatinya tumbuh dewasa, Menghibur ketika kita menangis rewel  dan sangat khawatir ketika kita sedang sakit.

Ketulusan dan keikhlasannyalah yang mengajarkan bahwa suatu kebaikan itu hanya bisa dipahami dengan kasih, kemudian melakukannya pun dengan kasih. Ya, Seorang Ibu adalah madarasah bagi anaknya. Dialah yang mengajarkan bahwa dengan ketulusan dan keikhlasan, sesederhana atau sekecil apapun suatu kebaikan yang dilakukan, akan menjadikannya kebaikan-kebaikan lainnya.

Sesungguhnya tulus dan ikhlas itu tentang cara bagaimana  melakukannya. Karena benar bahwa ketika ingin mengatakannya,  seketika semuanya akan larut bersama pujian dan bias begitu saja. 

Menjaga dan mendidik dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Ialah yang rela mengorbankan pikiran serta tenaganya, mendedikasikan dirinya untuk anak-anaknya.

 Dan di saat kita dalam kandungan, Dia tak pernah mengeluh dan rela menggendong kita kemana Ia pergi. Dengan senyuman Dia mengajarkan satu maupun dua ejaan kata untuk diucapkan, dengan semangat dia mengajarkan langkah demi langkah hingga kita bisa berjalan.

Dialah yang memperkenalkan dunia kepada kita. Dan tanpa disadari lagi  Dialah yang mengajarkan sebuah kesabaran. Salah satu disiplin ilmu yang Ia tanamkan kepada kita untuk meraih kesuksesan.

Sabar dapat membentuk karakater seseorang untuk tidak mudah putus asa, pantang menyerah, percaya diri dan semangat untuk terus menjadi lebih baik.

Inilah yang mampu membuat kita bertahan sejauh ini. Ia yang selalu datang memberikan semangat dan motivasi, yang selalu menasehati ketika jatuh dalam sebuah kegagalan dan menuntun untuk bangkit menuju prestasi. Luar biasa kasih sayang ibu.          

Namun kiranya bahwa tidaklah dikatakan seorang “ibu” bila tega menzolimi bahkan membunuh anaknya sendiri. setuju…?? 

Jauh dari yang diharapkan, tak sedikit berita bahwa ada anak yang menelantarkan ibunya, semakin banyak anak yang menitipkan ibunya di panti jompo dan bahkan sinetron religi islami pun banyak mengkisahkan anak yang durhaka kepada ibunya. Hal ini sangat tidak dibenarkan. Bukanlah seperti itu balasan yang pantas diberikan kepadanya. 

Seharusnya sebagai anak, dengan kasih sayang pula kiranya dapat membalas budi atas kasih sayang yang diberikan olehnya, walaupun ibu tak mengharapkannya.

Pernahkah kamu mendengar sebuah cerita ketika salah satu sahabat Nabi yaitu Umar Bin Khatab dimarahi istrinya…??

Beliau hanya diam mendengarkan, padahal yang kita ketahui bahwa beliau pada saat itu ialah satu satunya manusia yang setan pun takut kepadanya. Beliau hanya terdiam dan menyimak semua keluh kesah istrinya.

Ketika ditanyakan alasannya, beliau pun menjawab. “Karena Ia telah melahirkan anak-anakku, menjaganya dan mendidiknya. Maka amarahnya tak sebesar pengorbanan yang Ia lakukan untuk keluargaku.”

Lalu sebagai anak, bagaimanakah perlakuan kita kepada Ibu…?? Balasan apa yang sudah kita berikan kepada Ibu…?? Ataukah hingga sampai saat ini ucapan terimakasih pun belum terucap kepadanya…?? Dan bahkan kata maaf pun belum terucap kepadanya…??   

“Ya Allah,, Tuhan yang Maha Pengampun… Ampunilah dosaku, Kiranya bahwa hamba pernah berbuat dosa kepada Ibu.”

 “Ya Allah,, hamba menadahkan tangan kepada-Mu, maafkanlah hamba kiranya bahwa hamba pernah menelantarkan Ibu, kiranya bahwa pernah membantah bahkan membentak Ibu. Maafkanlah hamba kiranya  pernah menyakitinya, Dia yang selalu terjaga dan menyelimuti setiap malam saat hamba tertidur, Dia yang selalu mendoakan disetiap kesuksesan hamba, mendoakan kesehatan dan keselamatan hamba di manapun berada ”

 “Oh Ibu,, maafkanlah bila selama ini telah membebanimu, maafkanlah bila kelakuan anakmu ini hanya selalu menyusahkanmu. Maafkanlah kiranya hanya bisa meneteskan air mata kesedihan di pipimu.”

“Oh Ibu,, maafkanlah anakmu ini yang kiranya tak pandai membalas kebaikanmu, yang tak pandai berterima kasih kepadamu, Maafkanlah anakmu ini yang kiranya belum sempat membahagiakanmu hingga saat ini.”

“Oh Ibu,, aku sayang kepadamu, aku cinta kepadamu”

 “Ya Allah,, Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang… Walaupun kiranya doa pun mungkin belum sebanding dengan jasa  yang selama ini Ia berikan. Hamba bermohon kepada-Mu lindungilah ibu di manapun ia berada, jagalah dia dari orang-orang yang ingin menyakitinya kasihanilah dan sayangilah Ibu sebagaimana Ia mengasihi dan menyayangi hamba sewaktu kecil." Aamiin. Ya rabbal alamiin.   

Sabtu, 29 Juli 2017

“Wajar atau Tidak Wajar” bukan “Benar atau Salah” (???)

Dalam ilmu akuntansi, ketika auditor memberikan opini terhadap laporan keuangan, tidak berstandarisasi atau berorientasi pada nilai substansi “BENAR” atau “SALAH” melainkan “WAJAR” atau “TIDAK WAJAR”.  Ini menunjukkan bahwa nilai substansi dalam ilmu akuntansi berorientasi bukan hanya pada hasil melainkan juga pada proses.

Nah, ilmu akuntansi mengingatkan bahwa kebenaran mutlak semata-mata hanyalah milik Allah Swt.

Berbagi pemahaman, Jika benar kita sama-sama sepaham bahwa kebenaran mutlak itu semata-mata hanyalah milik Allah Swt. Benar atau salah tidak langsung menjadi substansi standarisasi atau orientasi pada proses yang kita lakukan, melainkan masih pada wajar atau tidak wajar.

Sumber : Pixabay.com

Ketika berbeda apa yang kita pahami dan apa yang kita alami dengan orang lain, WAJAR kah kita berbeda pendapat...???

 atau ketika kita belum paham dan belum mengalami, sementara orang lain sudah cukup dalam memahami dan jauh mengalami, WAJAR kah kita membangkang...???

 Atau sebaliknya kita sudah cukup dalam memahami dan jauh mengalami daripada orang lain, WAJAR kah kita untuk angkuh...????

 Ketika Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  telah mencontohkan bagaimana cara menasehati dan berdakwah yang baik, lalu WAJAR kah kita  menjatuhkan, menzholimi, bahkan melakukan kekerasan dalam berdakwah..???

Lalu jika kita berdakwah dengan santun, sebaliknya kita yang terzholimi. WAJAR kah kita untuk melawan...??? atau ketika kita tidak menyadari bahwa apa yang kita lakukan adalah kekerasan atau sesuatu yang menjatuhkan dalam berdakwah, WAJAR kah kita terzholimi..???

Ketika Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  telah menganjurkan untuk menjauhi perdebatan,,, WAJAR kah kita masih saja berdebat untuk perkara yang tidak penting...???

Ketika dalam suatu negara rakyatnya merasakan kesengsaraan sementara  nyatanya negara memiliki kekayaan yang banyak, WAJAR kah rakyatnya mengeluh...???

atau ketika dalam suatu negara penguasa-penguasa tidak berlaku adil, serakah, menzholimi, WAJAR kah rakyatnya meminta keadilan..???

sebaliknya,,, ketika penguasa-penguasa sudah maksimal untuk mengurus rakyatnya, sudah cukup berusaha membangun negara, WAJAR kah jika rakyatnya masih juga mengeluh..???

Perselisihan, perpecahan dan penyimpangan menggambarkan adanya ketidakwajaran dari apa yang terjadi. Dari siapa yang cukup lebih mengetahui malah merendahkan dan memanfaatkan, yang kurang cukup mengetahui malah membangkang, yang merasa sudah beriman malah mencaci bahkan ada yang riya. Semua mulai saling menyalahkan dan mulai merasa paling benar.

Padahal masih ada yang Maha Besar, Maha Agung, Maha Esa, Maha Mengetahui, Maha Mengadili, Maha Segala-galanya.....

Dari sedikit perkara umum yang saya sampaikan,, apakah memang kita harus berorientasi langsung pada “BENAR atau SALAH” dalam proses apa yang kita lakukan...???   atau WAJAR kah kita berorientasi pada “BENAR atau SALAH” dalam proses apa yang kita lakukan..???

Semoga kita masih menjunjung pada MUSYAWARAH dan MUFAKAT bukan PERDEBATAN atau KEKERASAN dalam mengambil cara untuk menciptakan kedamaian dan kesejahteraan kita bersama. Dan konsisten pada tujuan dan apa yang sudah disepakati bersama.


Marilah kita saling mengingatkan, terus bertabayyun dengan melihat proses yang terjadi. Dan marilah kita bersama-sama bermuhasabah. 

*Tulisan ini hanyalah sebuah proses muhasabah dan tabayyun dari penulis. Sesungguhnya semata-mata kebenaran berasal dari Allah Swt. dan kekhilafan berasal dari penulis 

Jumat, 21 Juli 2017

"Ta'aruf = Pacaran"

Mungkin teman-teman pembaca akan mengira bahwa ini pemahaman aliran kiri. Menganggap saya keliru memahami agama, masih perlu belajar agama, memiliki pemahaman yang dangkal dan terlebih lagi ada yang sudah mendoakan saya agar mendapatkan hidayah.

 Selama masih didoakan dengan tujuan yang baik-baik saya mengucapkan terima kasih dan meng “aamiin” kannya....

sumber : www.viva.co.id

Berpikirlah dan bertindaklah positif, maka alam pun akan merespon positif terhadap apa yang kita telah pikirkan dan lakukan.

Saya hanya bermaksud berbagi pemahaman. Saya hanya ingin mengajak semuanya berpikir positif dan  tidak berpikir berlebihan.

Menurut pemikiran dangkal saya bahwa Ta’aruf = Pacaran.. Why...??? karena sama halnya ketika kita mengatakan “Assalamualaikum Akhi” = “Assalamualaikum Bro” atau ketika mengatakan Jaza-Kallah Khairan Katsiiraa” = “Thanks very much brother

Maksud saya begini... Saya hanya berpikir bahwa kenapa ketika kita mendengar atau mengucapkan kata “Akhi = Bro” kita sama-sama memahaminya dan sepaham bahwa artinya saudara laki-laki... “Jaza-Kallah Khairan Katsiiraa” = “Thanks very much brother” sama-sama kita pahami bahwa artinya adalah ucapan terima kasih kepada saudara laki-laki.

Dari sini pemahaman perlu konsisten dan perlu memahami substansinya....

Bahkan “Sholat = Sembahyang” sama-sama kita pahami menyembah Allah Swt. Kata “Sembahyang” walau diucapkan oleh seorang muslim kita pahami menyembah Allah Swt. Padahal kata “sembahyang” maksudnya bisa sembahyang di gereja untuk umat kristiani, bisa sembahyang di pura untuk umat hindu, dan untuk umat lainnya.

Namun sebaliknya bahwa ketika berbicara Ta’aruf = Pacaran walaupun diucapkan oleh seorang muslim,  pemahaman terbagi menjadi pro dan kontra... terlintas bisa dikatakan bahwa pemikiran kontra inilah yang mungkin negatif atau berpikir berlebihan terhadap arti pacaran... Apakah hanya karena berbeda bahasa atau kata semuanya dinilai negatif...?? 

Secara nyata, benar bahwa perilaku pacaran atau implementasi pacaran sangat jauh berbeda dengan Ta’aruf... Namun apakah ini yang menjadi penilaian substansi yang benar..?? 

Yang keliru ialah mereka yang membiarkan hawa nafsu mereka menguasai diri mereka... yang keliru ialah mereka dan kita yang masih bersifat “Apatis”... kenapa mereka dibiarkan berdua-duaan...??? yang keliru ialah mereka yang tidak mengetahui “Cara”nya...  keliru melakukannya sehingga bisa menyimpang. Tidak bisa memfilter budaya yang tidak baik dan akhirnya menjadi budaya yang negatif.

Teori afirmasi dalam ilmu Psikologis merupakan kekuatan berpikir positif. Dr. Ibrahim Elfilky mengatakan bahwa “Kenyataan hanyalah persepsi anda. Jika anda ingin mengubah kenyataan hidup anda, mulailah dengan mengubah persepsi anda”.

Sebelum memperbaiki caranya kita harus memperbaiki persepsi kita...

Nah, persepsi inilah yang seharusnya kita perbaiki, agar kenyataan bahwa mereka yang salah bertindak dalam mengatasnamakan cinta, memahami batasan dan aturannya. Bila dua orang saling mencintai ingin saling mengenal (Ta’aruf = Pacaran) tidak boleh mengikuti budaya barat yang caranya berdua-duaan, berpegang-pegangan tangan, dan berciuman. Dalam islam jelas bahwa dalam berpandangan pun harus terjaga.

Tegasnya... yang saya ketahui dan percaya bahwa islam mengajarkan substansi yang baik, niat yang baik, ucapan-ucapan dan cara-cara yang baik.  Maka seorang muslim mengetahui apa yang harus dia ucapkan dan apa yang harus dia lakukan. Seperti halnya “BERPIKIR POSITIF” dan “TIDAK BERLEBIHAN”.

Semoga maksud yang saya sampaikan dalam tulisan ini tidak membuat teman-teman pembaca gagal paham...


Marilah kita saling mengingatkan, terus bertabayyun dengan melihat proses yang terjadi. Dan marilah kita bersama-sama bermuhasabah. 

*Tulisan ini hanyalah sebuah proses muhasabah dan tabayyun dari penulis. Sesungguhnya semata-mata kebenaran berasal dari Allah Swt. dan kekhilafan berasal dari penulis 

Jumat, 07 Juli 2017

"Major dan Minor"

Melihat banyak yang telah terjadi di lingkungan kita mungkin ada sesuatu yang terlupakan oleh kebanyakan orang bahwa kita diciptakan oleh Allah SWT berbeda-beda. Ada laki-laki, ada perempuan, berbeda bangsa dan berbeda suku.

Peraturan yang berlaku notabenenya untuk mengatur, mentertibkan, mencegah kekacauan, mempersatukan suatu perbedaan sekarang layaknya dipandang sebagai pernyataan dalam kuesioner yang jawabannya Sangat setuju,  Setuju, Ragu-ragu, Tidak setuju, Sangat tidak setuju. Semuanya bisa berpendapat, semuanya punya persepsi masing-masing bahkan ada yang tidak lagi memandang hukum.

Hari ini mungkin moral hukum menurun, esok hari nilai-nilai moral yang lain mungkin saja ikut menurun. Mungkinkah nilai agama pun akan menurun...??? naudzubillah minzalik...

“Alunan lagu yang terdengar indah merupakan gabungan dari nada-nada yang berbeda”.
“Pelangi yang terlihat indah merupakan gabungan dari warna-warna yang berbeda”

Bila kita pun berbeda bukan berarti kita tak bisa bersama bukan...???

Berbagi pemahaman, tanpa disadari kita masih tergolong “APATIS”

Saya tidak bermaksud untuk mengatakan suatu golongan atau siapa yang termasuk apatis karena saya pun masih termasuk apatis. Namun saya hanya ingin mengingatkan dan mengajak untuk mencari solusi bersama-sama sebagai tanggungjawab kita untuk mewujudkan keharmonisan yang hakiki.


Kenapa kita masih termasuk “APATIS”...??? 
   
Apakah kita benar-benar sudah saling “MENGENAL”...??? apakah kita benar-benar sudah saling “MEMAHAMI”...???

 Di tulisan saya sebelumnya, saya mengatakan bahwa menulis merupakan proses belajar, ialah belajar untuk mengungkapkan.... Belajar mengungkapkan, berarti juga belajar untuk berkata jujur.

Berikutnya yaitu “MEMAHAMI”. Karena menulis, kita bisa belajar untuk memahami. Ketika mengungkapnya di atas sebuah kertas seketika seseorang atau kejadian yang akan diungkapkan berusaha untuk dijiwai, dihayati dan dirasakan sebab dan akibatnya.

Dan selanjutnya bahwa ketika proses memahami terjadi, dapat disadari bahwa ternyata hidup ini bukan hanya sebatas proses adanya sebab dan akibat melainkan juga proses adanya; dari, oleh, dan untuk. Karena menulis bukan persoalan bercerita tentang objek melainkan juga bercerita tentang subjek. 

“Memahami Substansi yang bukan hanya memandang formalitas”

Dalam kehidupan sehari-hari memahami mampu membuat dirimu tersenyum di kala seseorang temanmu marah karena kesalahpahaman. Mampu membuatmu tersenyum di kala kamu mengetahui bahwa temanmu sedang membohongimu. 

Kasus pencurian karena kelaparan di zaman khalifah Umar Bin Khatab itu bukan hanya sekali, melainkan berkali-kali. Suatu ketika, ada orang kaya sampai berkali-kali datang untuk melaporkan pencurian yang terjadi di sekitarnya, beliau malah mengancam orang itu yang akan dihukum. Karena sesungguhnya, dialah yang menyebabkan orang-orang itu terpaksa mencuri...

Mungkin bukanlah sebuah solusi dalam setiap perkara, namun saya yakin bahwa memahami merupakan cara untuk bisa mencegah sebuah perkara. Alangkah indahnya jika kita bisa saling memahami. J

Apa iya “INI” tentang “PERBEDAAN”...??? namun sudah jauh berbicara tentang perbedaan, bagaimana seandainya memang kita ternyata masih tetap saja tergolong yang  “SAMA”...???

Dan semoga kita tergolong orang-orang yang bertaqwa, dan orang-orang yang bertaqwa itu “MEMAHAMI”


Marilah kita saling mengingatkan, terus bertabayyun dengan melihat proses yang terjadi. Dan marilah kita bersama-sama bermuhasabah. 


*Tulisan ini hanyalah sebuah proses muhasabah dan tabayyun dari penulis. Sesungguhnya semata-mata kebenaran berasal dari Allah Swt. dan kehilafan berasal dari penulis 

Senin, 03 Juli 2017

"Nada Dasar"

Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang memberikan begitu banyak kenikmatan kepada semua hambanya termasuk saya.

Nafas yang berhembus, mata yang melihat, telinga yang mendengar, kaki yang berjalan, tangan yang menggenggam, akal yang berpikir dan hati yang merasakan. Kemudian pagi menjadi malam, malam yang kembali pagi, dan termasuk cerahnya langit berganti hujan.

Namun pernahkah kita berpikir tentang sebab akibat semua apa yang terjadi dalam kehidupan ini...??? Apa yang kita ketahui tentang kemarin, hari ini dan esok hari...???

Yang kita ketahui hanyalah “KETIDAKTAHUAN” dan Dia-lah yang Maha Mengetahui, Pemilik Arasy.

Berbagi pemahaman, ketidaktahuan merupakan kekuatan yang kita tidak sadari. Why…?? Karena ketidaktahuan mendorong kita memiliki rasa ingin tahu.

Lah, rasa ingin tahu kan karena pada hakikatnya  manusia memiliki hawa nafsu. Yups, tapi apakah pengetahuanmu sedari dulu mengetahui adanya hawa nafsu..?? tentunya berawal dari ketidaktahuan mendorong rasa ingin tahu, sehingga mempelajari, lalu memahami, kemudian memaknai adanya hawa nafsu. Betul…??

Semakin besar rasa ingin tahu semakin banyak yang diketahui, maka kita akan menyadari yang kita ketahui hanyalah ketidaktahuan. MAKA,, Bersyukurlah bahwa kita dibekali dengan ketidaktahuan sehingga kita bisa mengalami proses belajar...

Ketidaktahuan membuat saya terinspirasi dan termotivasi sehingga berani untuk menulis. Menulis juga merupakan proses belajar, ialah belajar untuk mengungkapkan. J

Semua apa yang ingin diungkapkan dalam sebuah tulisan adalah ungkapan hati atau ungkapan perasaan atau ungkapan emosional maupun hasil dari apa yang kita pahami. Namun bukan sebuah jaminan, bahwa seluruh apa yang tertulis adalah suatu kejujuran. Why…?? Karena inilah proses dimana seseorang terdorong untuk mengungkapkannya dengan jujur. Maka belajar mengungkapkan, berarti juga belajar untuk berkata jujur.

Kejujuran adalah sifat yang datang sebagai pilihan, yang telah dicontohi suri tauladan kita ialah Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang akan menuntun ke arah kebaikan bagi siapa saja yang ingin mengungkapkannya. Kiranya bahwa “Menulis” sebuah kejujuran akan menghasilkan sesuatu yang sangat berharga yaitu kepercayaan. Baik itu kepercayaan diri maupun kepercayaan yang diberikan oleh orang lain atas potensi yang dimiliki. Dan kebohongan hanya akan memberikan kesuksesan yang sementara lalu akan memberikan kehancuran untuk selamanya.  Maka belajarlah untuk berkata jujur, Insya Allah akan mendapatkan sebuah kemuliaan. J

Berbicara tentang kejujuran berkaitan dengan suatu kebenaran karena berkata jujur berarti mengungkap fakta atau kebenaran yang terjadi. Namun segala ungkapan kebenaran itu diperlukan sebuah kecerdasan dan kebijaksanaan, tentunya setiap orang masing-masing mempunyai indikator kecerdasan dan kebijaksanaan yang berbeda dalam mengungkapkan sesuatu.

Maka setiap kebenaran ada yang benar-benar harus diungkapkan, ada yang tidak harus diungkapkan, ada yang belum saatnya diungkapkan dan ada yang tidak penting untuk diungkapkan. Karena terkadang bahwa mengungkap suatu kebenaran hanya akan berakibat buruk,  yang sebaiknya kamu diam dan tidak mengungkapkannya.

Namun kebenaran apapun yang akan diungkapkan bersifat tidak mutlak, bahkan seberapa luas kita memperoleh dan  memahami kebenaran yang bersumber dari-Nya. Karena tetap saja kebenaran itu menjadi kebenaran relatif. Seberapa hebat kita menafsirkannya, namun itu hanyalah sebuah tafsiran bukan sebuah kebenaran mutlak. Dan kebenaran mutlak tetap saja tersimpan oleh-Nya.

Dan kembali lagi kebenaran yang kita ketahui hanyalah “KETIDAKTAHUAN”

Maka sangat tidak tepat bila sesama muslim, kita merasa yang paling benar dan paling baik.  Dan tidaklah tepat pula bahwa ketika kita membenarkan suatu kebenaran hanya melihat dari siapa yang mengungkapkannya. Yang seharusnya bahwa siapapun yang mengatakan kebenaran, petiklah hikmahnya. J

Marilah kita saling mengingatkan, terus bertabayyun dengan melihat proses yang terjadi. Dan marilah kita bersama-sama bermuhasabah. 


*Tulisan ini hanyalah sebuah proses muhasabah dan tabayyun dari penulis. Sesungguhnya semata-mata kebenaran dari Allah Swt. dan Kekhilafan Berasal dari Penulis