Sudah 2 pekan lebih berlalu ketika kotaku “Nomoni”. Apa itu
Nomoni..?? Nomoni merupakan kata yang berasal dari bahasa kaili yang artinya
Berbunyi/Bergema. Kotaku “Nomoni” dengan gema yang tak disangka, Ya.. tidak ada yang akan menyangka, merupakan
kehendak yang Maha Kuasa “Nomoni” itu menjadi ingatan yang tak akan terlupakan
dengan gemuruh bumi yang berguncang.
Sumber : insta-stalker.com
Jumat 28
September 2018, di lembah kaili terdengarlah “Nomoni” seperti suara Gimba, Kakula
dan Lalove yang dimainkan. Nadanya begitu sumbang, “Nomoni” nya berupa bencana,
tiga bencana geologis sekaligus mengurung Kotaku : Gempa, Tsunami dan likuifaksi.
Kotaku bergema dengan jeritan, hiruk pikuk, dan tangisan. Kotaku dilanda duka yang begitu menyedihkan,
begitu perih, banyak yang kehilangan keluarga, teman dan sanak saudaranya.
Tidak diduga bencana
ini seketika mengakibatkan kerusakan listrik, kurangnya pasokan BBM dan
kurangnya air bersih. Seringkali kita melihat bencana di luar sana, tangisan,
jeritan, trauma dan kesusahan, namun kali ini kotaku yang mengalaminya. Sungguh
Allah itu Maha Adil, memberikan cobaan agar kita saling peduli, agar kita lebih
bersyukur, lebih sabar, agar iman kita dan pengendalian diri kita lebih kuat. Sangat
miris ketika Allah memberikan cobaan namun kita mengeluh, menjarah, saling
bertikai, apalagi masih sempat mencuri, kotaku
begitu memilukan.
Pascabencana,
banyak yang mengutarakan kekecewaannya bahwa penyebab dari bencana ini
bersumber dari ritual balia yang diadakan dalam “Festival Palu Nomoni”. Ritual
ini merupakan ritual adat kaili yang sudah lama hilang, dilakukan untuk
penyembuhan yang prosesnya memanggil arwah sebagai panutannya. Banyak yang
protes bahkan sampai mengatai “walikota pemuja syeitan”. Terlebih lagi ada yang mengatakan bencana ini
dimanfaatkan para elit sebagai alat politik. Lalu begitu banyak warga yang
mengungsi ke luar palu untuk mengamankan diri atau mungkin saja, mereka pergi
selama-lamanya meninggalkan palu dan berencana untuk tidak kembali.
Apakah ada yang salah dari kotaku...???
Tidak..!!! jika ada yang perlu disalahkan adalah diri kita sendiri, jika ada
yang perlu dibenah adalah diri kita sendiri, jika ada yang perlu dievaluasi
adalah diri kita sendiri, Tak perlu saling menyalahkan.
Namun apa
iya..??? seandainya jika tidak terjadi bencana di senja itu, kemudian “festival
Palu Nomoni” membuming, apakah semuanya bangga pada budaya palu..??? tidak
sedikitpun cibirian tentang Ritual Balia..?? kiranya pasti banyak yang bangga
atas kotaku. Terlebih lagi media sosial ramai dengan #PaluNomoni2018
Ohh ternyata
tidak..!!! Dalam pandangan islam, ritual ini merupakan perbuatan Syirik.
Bagaiamana tidak dianggap syirik,,??? Kotaku mayoritas islam, dalam islam suatu
penyakit dapat dinyatakan sembuh atas izin dari Allah SWT. Syirik merupakan
perbuatan yang paling dibenci oleh Allah SWT. Karena orang yang berbuat syirik
berarti mensejajarkan Allah dengan yang lain. Entah bencana ini merupakan
cobaan, peringatan atau hukuman dari Allah SWT.
Secara geologis, bencana ini disebabkan
pergeseran lempengan berkaitan dengan patahan atau sesar palu koro. Namun pada
hakikatnya manusia diciptakan sesuai dengan tujuan penciptaan manusia, ketika
bencana terjadi dapat dikaitkan bahwa penyebabnya yakni karena azab dari Allah
akibat dari dosa yang dilakukan.
Dari Abu Hurairah ra berkata; Rasulullah saw. Bersabda
“Apabila kekuasaan dianggap keuntungan,
amanat dianggap ghanimah (rampasan), membayar zakat dianggap merugikan, belajar
bukan karena agama (untuk meraih tujuan duniawi semata), suami tunduk pada
istrinya, durhaka terhadap ibu, menaati kawan yang menyimpang dari kebenaran,
membenci ayah, bersuara keras (menjerit jerit) di masjid, orang fasik menjadi
pemimpin suatu bangsa, pemimpin diangkat dari golongan yang rendah akhlaknya,
orang dihormati karena takut pada kejahatannya, para biduan dan musik (hiburan
berbau maksiat) banyak digemari, minum keras/narkoba semakin meluas, umat akhir
zaman ini sewenang-wenang mengutuk generasi pertama kaum Muslimin (termasuk
para sahabat Nabi saw, tabi’in dan para imam muktabar). Maka hendaklah mereka
waspada karena pada saat itu akan terjadi hawa panas, gempa,longsor dan
kemusnahan. Kemudian diikuti oleh tanda-tanda (kiamat) yang lain seperti
untaian permata yang berjatuhan karena terputus talinya (semua tanda kiamat
terjadi).”(HR. Tirmidzi)
Budaya memang
perlu dilestarikan, Selama budaya itu tidak menyimpang dari agama. Namun jika
sebaliknya maka tinggalkan dan lupakan budaya itu, karena budaya itu hanyalah
hasil akal manusia. Banyak harapan dari apa yang telah terjadi, kita begitu
menyedihkan, kotaku perlu bangkit, mereka sangat peduli dengan kita. Lalu..??
Bagaimana dengan kita sendiri,,??? sudah saatnya kita membenah diri, Sudah
saatnya kita “Nomoni”kan kota palu yang kita cintai dengan baca quran, dengan zikir, maupun
Sholawat. Saya pun salah satu orang yang memiliki hobby musik, namun sangat
tidak setuju jika kita hanya sibuk dengan mengutamakan musik-musik dunia. Tidak
dengan kemaksiatan, tidak dengan kesesatan, apalagi dengan kesyirikan.
Marilah kita saling mengingatkan, terus bertabayyun dengan melihat proses yang terjadi. Dan marilah kita bersama-sama bermuhasabah.
*Tulisan ini hanyalah sebuah proses muhasabah dan tabayyun dari penulis. Sesungguhnya semata-mata kebenaran berasal dari Allah Swt. dan kekhilafan berasal dari penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar